Bas yang
kami naiki untuk ke Bursa bertolak sedikit lewat dari waktu perjalanan asalnya.
Risau benar jikalau bas itu tidak muncul kerana tiada alternatif lain untuk
kami sampai ke Bursa melainkan dengan menaiki bas.
Ada seorang penumpang
yang begitu menarik perhatian saya. Lelaki tua lingkungan 50-an. Dia berkongsi
tempat duduk di barisan hadapan bersama dua orang anaknya. Seorang remaja
lelaki belasan tahun, seorang lagi anak lelaki kelainan upaya. Tak pasti autism
ataupun apa.
Sesekali dia
duduk mencangkung di lantai bas berlapikkan kertas surat khabar. Sesekali dia
berdiri sambil bersandar di kerusi baris hadapan. Lenguh barangkali, dia
kembali duduk berkongsi tempat duduk dengan dua lagi anaknya tadi.
Entah kenapa
masa terasa begitu perlahan, perjalanan empat jam itu seakan terlalu lama untuk
kami. Sesekali anaknya menawarkan tempat duduk. Laju sahaja dia menolak sambil
bertutur dalam bahasa Turki. Satu saat mungkin dia terlalu letih sehingga tidak
mampu lagi menolak apabila ditawarkan tempat duduk oleh seorang lelaki yang
duduk sebaris dengan mereka.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Tak dapat
saya bayangkan bagaimana dia menempuh perjalanan yang memakan masa hampir 4 ke
5 jam itu. Allah besarnya pengorbanan seorang ayah. Sejujurnya saya sedikit emosi,
teringat arwah ayah yang telah pergi hampir setahun yang lalu. Sungguh kita
yang selalu terlupakan perihal sosok tubuh ini. Yang mengorbankan masa mudanya membanting
tulang untuk melihat anak-anak dan keluarganya bahagia.
Sungguh
petang itu fikiran saya melayang jauh.
Tengelam
dalam emosi sendiri.