Beberapa minggu sudah kakak ipar saya sampaikan berita, jiran dikawasan perumahan kami meninggal dunia akibat covid. Lama tak balik ke Ampang saya pun tak pasti macam mana keadaanya di sana. Sesekali kawan saya whatsapp bercerita perihal jiran-jiran kami yang turut dijangkiti. Saling berpesan jaga diri baik baik, entah tidak pasti bila agaknya rezeki untuk berjumpa lagi.
Minggu lepas seorang kenalan sekolah turut pergi di jemput Tuhan. Dirumah, saban hari emak akan mengupdate perihal jiran-jiran disekitar taman. Sipolan ni sudah tak ada, sipolan itu sudah tak ada. Makin hari, makin banyak berita sedih yang kita terima dan kita saling bertukar takziah, memberi semangat dan menguatkan.
Sedihkan, andai kehilangan orang yang kita sayang sebelum pandemik sudah begitu menyakitkan apatah lagi pemergian orang yang kita sayang tanpa bisa bersua buat kali terakhir. Entah bagaimana agaknya mereka melewati hari-hari sulit seperti ini.
Tidak cukup dengan perihal kehilangan, di belahan bumi yang lainya, ada jiwa yang masih berperang untuk meneruskan kehidupan.
Sesekali merajinkan diri bertanya khabar dengan teman-teman lama. Dari cerita perihal keluarga, kerja dan hal hal seputar alam. Ramai yang hilang mata pencarian, ada kebimbangan yang kita kongsikan sehingga kita turut sama kehilangan kata untuk menguatkan.
Berat ya menjadi manusia ketika
ini?
Saat ujian itu datang bertubi-tubi.
Sememangnya arah musim yang kita lewati tidak sama. Ada yang masih dalam kemarau panjang. Ada yang sedang melewati mendungnya awan tapi masih belum siap menerima hujan. Bahkan ada juga yang sudah kebasahan dan tenggelam dalam lebatnya hujan. Mencari-cari tempat barpaut agar tidak hanyut bersama ribut.
Saat ini, mengungkap sabar terkadang memang mudah. Tapi untuk bahu yang memikul saya yakin ia terlalu berat dan menyesakkan. Bagaimana kita belajar meyakinkan diri untuk terus bersangka baik dengan takdir Tuhan disaat dunia tidak ramah seperti kebiasaan.
Sekeras apa pun musim yang engkau
lewati sekarang, saya cuma harap semoga Tuhan mudahkan.