Thursday, January 21, 2016

Anadolu le mémoire #6



Pagi itu di Eyüp Sultan Camii, saya mencuri-curi waktu menulis poskad sementara menunggu yang lain selesai solat. Sedang asyik duduk mengarang ayat, saya di datangi seorang remaja Turki. Mahu bergambar bersama katanya. Saya mengagguk tanda setuju.

Lepas seorang, seorang lagi temannya datang bergambar bersama saya dan akhir sekali hampir kesemua mereka duduk mengerumuni saya. Kami bercerita-cerita perihal saya dan juga mereka. Anak-anak gadis ini datang dari satu daerah luar daripada Istanbul. Melawat masjid katanya dengan ditemani guru mereka.

“You are so honey!” ucap salah seorang dari mereka
Semacam terkesima, saya kira dia sangat comel! 
Gelak kuat-kuat saya simpan dalam hati. Saya ganti dengan senyuman paling manis.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hujan gerimis sedari pagi tadi, awan mendung menutupi langit Istanbul
Sama mendungnya semacam dalam hati sendiri.
Tapi kehadiran anak-anak gadis itu betul-betul membuat hari saya berbunga, ahaa

Keluar dari masjid, perlahan-lahan saya bisik pada teman
“Akak ada orang kata saya manis!”
Lebar senyum saya, sampai kejung pipi…

Wednesday, January 20, 2016

Anadolu le mémoire #5



Pagi itu, Yunus mencadangkan kami untuk menggunakan train ke Emek station dan dari situ kami boleh menaiki bas terus ke Güzelyalı. Kami memililih menaiki bas kerana menyangkakan stesen bas dan stesen keretapi Emek terletak di kawasan berhampiran.

Setibanya di Emek Station kami terpinga-pinga. Betul-betul kehilangan arah. Mencari-cari stesen bas untuk ke Güzelyalı. Jauh sudah berjalan, kami semakin menghampiri jalan besar. Saya kira teman-teman yang lain rasa semacam mahu give up sebab tak nampak ada bayang-bayang stesen bas. Laju saya memintas menawarkan diri untuk melihat-lihat apa yang ada di hadapan. Saat itu alternatif terakhir kami adalah berpatah balik ke stesen bas Emek.

Terkejut saat di sapa seorang lelaki Turki. Dia yang saya tegur saat turun dari bas di Stesen Emek tadi. Bertanyakan arah untuk mendapatkan bas ke Güzelyalı. Dia menawarkan untuk membawa kami ke sana. Tanpa berfikir panjang, saya bersetuju, tiga lagi rakan saya mengekor dari belakang. Risau barangkali, takut-takut di bawa ke kedai makan sekali lagi.

Sepanjang perjalanan kami berbual, berbasa-basi biarpun Englishnya tidak selancar Yunus namun masih boleh di fahami. Kami menyeberangi jalan besar yang jikalau di Malaysia luasnya serupa lebuhraya utara selatan. Laju kami melintas tatkala lampu merah, risau jika tidak sempat sampai ke hujung jalan saat lampu bertukar hijau.

Hampir 2km kami berjalan dari stesen Emek, kalau tidak kerana lelaki ini mungkin kami dah berpatah balik. Bas untuk ke Güzelyalı sudah lama berada disitu, penumpang pun sudah memenuhi tempat duduk bas. Dia memaksa kami untuk tunggu sebentar, mahu top up kad transit di stesen kereta api katanya. Kami tercengang, tak sempat berkata apa dia berlari laju menuju ke stesen bawah tanah.

Beberapa minit kemudian, dia kembali. Menyuruh kami naik bas tersebut lalu dibayarkan tambang kami bertiga dengan menggunakan kad transit miliknya. Dia menolak saat kami menghulur duit sebagai ganti

“Its ok sister, we are muslim!”
Kami masing-masing seakan terpana, Allah baiknya!

Dia berlalu, setelah kami mengucapkan terima kasih. Dari jauh sayup-sayup kami lihat lelaki itu di seberang landasan. Kereta api yang datang di biarkanya berlalu. Masih di situ menunggu bas kami bergerak pergi

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Selepas apa yang kami lalui ketika dalam perjalanan ke Cappadocia
Lelaki Turki itu mengubah persepsi saya dalam banyak hal.
Ia, Tuhan menjadikan manusia itu berbeda-beda.
Dan orang yang baik itu masih selalu ada.

Friday, January 8, 2016

Note to Self #1


Nota pertama selepas  lapan hari menjengah ke tahun baru.

Tengah hari tadi bersembang dengan salah seorang teman sekerja. She just joined our project team few days ago. Pada awalnya, saya tak berapa pasti sama ada dia sudah pun berkahwin atau tidak. Tapi bila dia mula bercerita perihal suaminya, dengan lancarnya soalan yang keluar dari mulut saya:
"Anak akak berapa orang?"
dia senyum dan jawab, "patutnya dua orang..."

Saya dapat hidu sepertinya saya sudah bertanyakan soalan yang salah,
Sangat pasti!

Dia mula bercerita, perihal sorang anaknya gugur ketika dalam kandungan, seorang lagi meninggal kerana tak cukup nutrition. Saya tidak melanjutkan persoalan, takut-takut membuka banyak cerita silam yang boleh jadi mahu dilupakan.

Saya berkongsi denganya perihal anak buah saya yang juga pergi hampir setahun yang lalu. Saya harap dia tak merasa sakit keseorangan.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Usai makan tengah hari tadi, seharian saya menempelak diri sendiri atas keterlanjuran lidah berkata-kata. Saya kira saya patut berhati-hati terumanya bila bertanyakan hal-hal yang lebih peribadi. Seperti mana saya semakin annoy bila orang bertanyakan perihal kahwin, mungkin itu juga lah perasaanya yang dirasakan bagi pasangan yang masih belum punya rezeki untuk memiliki anak.

Hari ni saya mengingatkan kembali diri sendiri, mari menjadi hati-hati yang lebih peka, lebih sensitive pada kehidupan sekeliling kita.
Hidup bukan mudah untuk sesetengah daripada kita.
Kan?