Wednesday, August 18, 2021

Arah Musim

 Beberapa minggu sudah kakak ipar saya sampaikan berita, jiran dikawasan perumahan kami meninggal dunia akibat covid. Lama tak balik ke Ampang saya pun tak pasti macam mana keadaanya di sana. Sesekali kawan saya whatsapp bercerita perihal jiran-jiran kami yang turut dijangkiti. Saling berpesan jaga diri baik baik, entah tidak pasti bila agaknya rezeki untuk berjumpa lagi.

Minggu lepas seorang kenalan sekolah turut pergi di jemput Tuhan. Dirumah, saban hari emak akan mengupdate perihal jiran-jiran disekitar taman. Sipolan ni sudah tak ada, sipolan itu sudah tak ada. Makin hari, makin banyak berita sedih yang kita terima dan kita saling bertukar takziah, memberi semangat dan menguatkan.

Sedihkan, andai kehilangan orang yang kita sayang sebelum pandemik sudah begitu menyakitkan apatah lagi pemergian orang yang kita sayang tanpa bisa bersua buat kali terakhir. Entah bagaimana agaknya mereka melewati hari-hari sulit seperti ini.

Tidak cukup dengan perihal kehilangan, di belahan bumi yang lainya, ada jiwa yang masih berperang untuk meneruskan kehidupan.

Sesekali merajinkan diri bertanya khabar dengan teman-teman lama. Dari cerita perihal keluarga, kerja dan hal hal seputar alam. Ramai yang hilang mata pencarian, ada kebimbangan yang kita kongsikan sehingga kita turut sama kehilangan kata untuk menguatkan.

Berat ya menjadi manusia ketika ini?

Saat ujian itu datang bertubi-tubi.

Sememangnya arah musim yang kita lewati tidak sama. Ada yang masih dalam kemarau panjang. Ada yang sedang melewati mendungnya awan tapi masih belum siap menerima hujan. Bahkan ada juga yang sudah kebasahan dan tenggelam dalam lebatnya hujan. Mencari-cari tempat barpaut agar tidak hanyut bersama ribut.

Saat ini, mengungkap sabar terkadang memang mudah. Tapi untuk bahu yang memikul saya yakin ia terlalu berat dan menyesakkan. Bagaimana kita belajar meyakinkan diri untuk terus bersangka baik dengan takdir Tuhan disaat dunia tidak ramah seperti kebiasaan.

Sekeras apa pun musim yang engkau lewati sekarang, saya cuma harap semoga Tuhan mudahkan.



Saturday, May 1, 2021

Ramadhan 19: Untuk apa segala kelelahan kita, andai tidak ada Tuhan di hujungnya?


“Letihnya hari ni, I dah tak larat” kata seorang teman

“Saya pun…” kami sama-sama meluahkan sambil menyiapkan lagi saki baki kerja yang tak habis-habis

Seminggu yang lalu, seorang kawan yang lainya turut bertanya “ijan kau okay ke?” Saya semacam tak dapat tangkap, mengenangkan banyak pertanyaan dia perihal kerja yang tak sempat saya balas.

 “taklah, bukan pasal tu. Semua tu dah settle dah. Saja tanya keadaan kau”

Saya termengeluh, letihnya dihujung hari Tuhan sahajalah yang tahu. Ada banyak hal yang datang menyesak-nyesak sehingga dada terasa sempit dan bahu terasa lebih berat dari biasanya.

Disember 2020 yang lalu, saya berharap dapat memulakan tahun dengan lebih baik. Baik dengan erti kata lain bertenang-tenang, belajar menjadi lebih manusia dan menikmati hari-hari dengan melakukan apa yang saya suka, menulis salah satu darinya. Dan dari hari ke sehari ingin menulis panjang tapi tak pernah berkesempatan.

Niat ingin menulis sepanjang Ramadhan ini pun selalu berakhir “Tak apalah, esok sahaja. Rehat dulu untuk hari ini”

Dan separuh Ramadhan pun berlalu pergi. Sesekejab itu ia berlalu, atau mungkin saja roda saya yang berputar terlalu laju hingga tidak sempat menikmatinya barang sejenak. Banyak harinya saya terdiam merenung sendiri,

“Untuk apa segala kelelahan ini kalau tidak ada Tuhan di hujungnya?”

Iya sesibuk apa pun kita, semoga sentiasa ada Tuhan didalamnya.
Dan moga-moga segala lelah itu juga bukan sesuatu yang sia-sia


Ramadhan 19, 1442H
Norizan Syahnan